A Glympse of My Father

Bulan Oktober ini genap 10 tahun bapakku meninggal, persisnya 12 Oktober 1997 lalu. Kenapa terasa beda, karena kali ini barengan ama puasa ramadan.

Let me write something to honor him...

Bapakku itu menjelma menjadi Nabi Khidir bagi seorang Dadan Kuswaraharja, tindakannya sering kali tidak masuk di akal bagi otak Dadan kecil, tapi setelah mencapai suatu periode tertentu, omongan dan perbuatan dia itu benar adanya.

Aku gak usah masukin sebuah contoh, karena menurutku itu sangat memalukan bagi diriku. Hehehe, kalau ada yang baca tulisan ini, gawat...hehehe.

Aku seringkali dibuat kesal gara-gara ulahnya, tetapi ternyata itu semua demi kebaikan ku juga. Aku ini memang anak yang tak berbakti. Bahkan sampai dia meninggal aku masih saja kesal.

Kesalnya karena Bapakku itu mengidap penyakit jantung akibat kebiasan makan yang kurang baik. Meski dia olahragawan sejati kalau makanan asupannya jelek ya outputnya jelek juga, nah menggumpal deh tuh pembuluh darah beliau.

Aku ama kakakku suka sembunyi-sembunyi kalau makan makanan enak, kayak bakso (favorit dia itu), tapi biasanya ketauan juga, dan dengan muka mengiba dia meminta jatah bakso, waduh jadi gak tega deh.

Jadi meski ama anak-anaknya udah dibilangin tetap ngebandel, akhirnya agak esmosi juga ya, itu satu faktor yang bikin kesalnya. Dan kebiasaan itu terus berlangsung, hingga suatu hari...

Malam itu dia lagi nunggu pertandingan bola Italia Vs Inggris, tiba-tiba dia melenguh, dadanya sakit lagi, aku sih cuek saja soalnya biasanya begitu, apalagi kalau yang main Persib Bandung wah bisa sambil ikut olahraga dia, ikut keringetan. Sarung kebanggaannya itu dia angkat sampai atas lututnya.

Tapi malam itu, ternyata emang sudah waktunya, dia rupanya sudah tidak sanggup lagi menahan sakit, bolak-balik ke kamar kecil sampai akhirnya hanya bisa terbaring di ruang tamu.

Si mamah dengan sabar seperti biasa memijit sang suami, sambil membaca Quran, berusaha menuntun si bapak.

Hanya satu yang kuingat, tiba-tiba bapakku bilang begini. "Mah hampura bapak nya..., eh aya nenek, nek, nek Allahu Akbar," ujarnya mungkin dia melihat sosok sang ibu yang ikut menjemput.. Setelah itu....

Aku yang mengelus kakinya saat itu hanya tertegun. Apa benar Bapakku yang kuat tapi seorang yang gugup itu pergi. Jam 3 pagi baru aku sadar betul kalau bapakku itu memang sudah meninggal, baru deh mata ini berair di pelukan mamah...Justru ketika ibuku berusaha membuat ku sabar, baru aku sadar.

Sejak itu aku berjanji akan melakukan apa yang dia minta, mulai dari gak rebutan rimot tv ama kakakku, berusaha rajin salat, dsb...

Memang kalau kita kehilangan loved ones, kita itu suka menjadi lebih kuat dari sebelumnya, tidak tahu kenapa sepertinya alam memang begitu adanya.

Kini 10 tahun berlalu, bapakku kini terbaring bersama teman-teman seangkatannya di kompleks makam dekat tempat dia bekerja, Stasiun Kereta Api Tasikmalaya, pasti setiap kereta api yang lewat akan meniupkan semboyan 35 nya alias bunyi peluit lokomotifnya.... Bapakku dengar itu gak ya?

Semoga Yang di atas menerangkan kuburnya...menjauhkannya dari siksa kubur...

Comments